Rabu, 27 Januari 2016

Jenis Pidato dan Ciri-Cirinya

Berdasarkan ada tidaknya persiapan dalam pidato, Rachmat (1999: 17-18) membagi jenis pidato menjadi empat macam, yaitu pidato impromtu, manuskrip, memoriter, dan ekstempore. Tokoh lain menyebut empat bentuk ini bukan sebagai jenis pidato, tetapi merupakan metode pidato.

1.  Pidato Impromtu
            Pidato impromptu adalah pidato yang disampaikan tanpa adanya persiapan dari orang yang akan berpidato. Misalnya, ketika Anda datang ke suatu pesta, kemudian Anda diminta untuk menyampaikan pidato, maka pidato yang Anda sampaikan tanpa adanya persiapan terlebih dahulu tersebut dinamakan pidato impromtu. Bagi mereka yang sudah terbiasa berpidato, pidato impromtu ini memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah (1) impromtu lebih dapat mengungkapkan perasaan pembicara yang sebenarnya, karena pembicara tidak memikirkan lebih dulu pendapat yang disampaikannya, (2) gagasan dan pendapatnya datang secara spontan, sehingga tampak segar dan hidup, dan (3) impromtu memungkinkan Anda terus berpikir.  
            Namun demikian, impromtu ini memiliki beberapa kelemahan, terutama bagi pembicara atau orang yang belum terbiasa berpidato. Kelemahan-kelemahan impromtu tersebut antara lain adalah (1) impromtu dapat menimbulkan kesimpulan yang mentah karena dasar pengetahuan yang tidak memadai, (2) impromtu mengakibatkan penyampaian yang tersendat-sendat dan tidak lancar, (3) gagasan yang disampaikan bias “acak-acakan” dan ngawur, (4) karena tiadanya persiapan, kemungkinan “demam panggung” besar sekali.
            Menurut Jalaludin Rachmat (1999: 17) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dijadikan pegangan ketika pidato impromtu harus dilakukan. Hal-hal tersebut antara lain adalah:
Pikirkan lebih dahulu teknik permulaan pidato yang baik. Misalnya: Cerita, hubungan dengan pidato sebelumnya, bandingan, ilustrasi, dan sebagainya.
Tentukan sistem organisasi pesan. Misalnya: susunan kronologis, teknik pemecahan masalah, kerangka sosial ekonomi-politik, hubungan teori dan praktik.
Pikirkan teknik menutup pidato yang mengesankan. Kesukaran menutup pidato biasanya merepotkan pembicara impromtu.
2.  Pidato Manuskrip
            Pidato jenis manuskrip ini juga sering disebut pidato dengan naskah. Orang yang berpidato mmembacakan naskah pidato dari awal sampai akhir. Pidato jenis manuskrip ini diperlukan oleh tokoh nasional dan para ilmuwan dalam melaporkan hasil penelitian yang dilakukannya. Mereka harus berbicara atau berpidato dengan hati-hati, karena kesalahan pemakaian kata atau kalimat akibatnya bisa lebih luas dan berakibat negatif.
Keuntungan pidato manuskrip antara lain adalah (1) kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya sehingga dapat menyampaikan arti yang tepat dan pernyataan yang gamblang, (2) pernyataan dapat dihemat, karena manuskrip dapat disusun kembali, (3) Kefasihan bicara dapat dicapai, karena kata-kata sudah disiapkan, (4) hal-hal yang ngawur atau menyimpang dapat dihindari, (5) manuskrip dapat diterbitkan atau diperbanyak.
            Akan tetapi kalau dilihat dari proses komunikasi, kerugian pidato manuskrip ini akan lebih berat , di antaranya adalah (1) komunikasi pendengar akan berkurang karena pembicara tidak berbicara langsung kepada mereka, (2) pembicara tidak dapat melihat pendengar dengan baik, sehingga akan kehilangan gerak dan bersifat kaku, (3) Umpan balik dari pendengar tidak dapat mengubah, memperpendek atau memperpanjang pesan, (4 ) pembuatannya lebih lama daripada sekedar menyiapkan garis-garis besarnya saja.
            Agar dapat menghindari berbagai kelemahan dari pidato manuskrip ini, maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini:
1.    Susunlah lebih dahulu garis-garis besarnya dan siapkan bahan-bahannya.
2.    Tulislah manuskrip seolah-olah Anda berbicara. Gunakan gaya percakapan yang lebih informal dan langsung.
3.    Baca naskah itu berkali-kali sambil membayangkan pendengar.
4.    Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas pinggir yang luas.

3.  Pidato Memoriter
            Pidato jenis ini juga sering disebut sebagai pidato hafalan.  Pembicara atau orang yang akan berpidato menulis semua pesan yang akan disampaikan dalam sebuah naskah kemudian dihafalkan dan disampaikan kepada audiens kata-demi kata secara hafalan. Pidato memoriter ini sering menjadi tidak dapat berjalan dengan baik apabila pembicara lupa bagian yang akan disampaikan, dan dalam pidato ini hubungan antara pembicara dengan audiens juga kurang baik.
            Kekurangan pidato jenis ini antara lain adalah: tidak terjalin saling hubungan antara pesan dengan pendengar, kurang langsung, memerlukan banyak waktu dalam persiapan, kurang spontan, perhatian beralih dari kata-kata kepada usaha mengingat-ingat.

4.  Pidato Ekstemporer
            Pidato ekstemporer ini adalah jenis pidato yang paling baik dan paling banyak digunakan oleh juru pidato yang telah mahir. Dalam pidato jenis ini, pembicara hanya menyiapkan garis besar (out-line) saja. Dalam penyampaiannya, pembicara tidak mengingat kata demi kata tetapi pembicara bebas menyampaikan ide-idenya dengan rambu-rambu garis besar permasalahan yang telah disusun. Komunikasi yang terjadi antara pembicara dengan audiensnya dapat berlangsung dengan lebih baik. Pembicara dapat secara langsung merespons apa yang terjadi di hadapannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.
            Bagi pembicara yang belum mahir berpidato, pidato jenis ekstempore ini memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut di antaranya adalah: persiapan kurang baik bila dibuat terburu-buru, pemilihan bahasa yang jelek, kefasihan yang terhambat karena kekurangan memilih kata dengan segera, kemungkinan menyimpang dari garis besar pidato (out-line), tentu saja tidak dapat dijadikan bahan penerbitan.  Akan tetapi, kekurangan-kekurangan tersebut dapat diatasi dengan banyak melakukan latihan berpidato.
            Berdasarkan isi dan sifatnya, Haryadi (1994:45) mengelompokkan pidato ke dalam tiga jenis, yaitu (1) pidato informatif, (2) pidato propagandis, dan (3) pidato edukatif.
Pidato informatif mempunyai ciri-ciri:
1.    objektif, yaitu menurut apa adanya dan sesungguhnya, dasarnya memberi penerangan sejelas-jelasnya dan tidak menyimpang dari pokok  persoalan,
2.    realistis, yaitu mengikuti apa yang sebenarnya, baik pahit maupun manis,
3.    motivatif, artinya memberi pengarahan agar diperoleh kesadaran baru, dan
4.    zakelijk, yakni tidak menyimpang dari persoalan dan jujur.
         
Pidato propagandis mempunyai ciri-ciri:
1.subjektif, artinya dapat menyimpang dari hakikat kebenaran demi tercapainya tujuan,
2.Fiktif, yakni lebih banyak gambaran-gambaran yang indah-indah, fatamorgana, isapan jempol,
3.  pemutarbalikan fakta bila perlu, artinya segala cara dapat dilakukan termasuk memutarbalikkan fakta demi mempero­leh pengaruh yang besar,
4.   agitatif, artinya dilakukan secara bersemangat dan berapi-api,
5.  demagogis, yaitu berisi pengarahan-pengarahan yang menyesatkan orang lain, bahkan sering melakukan fitnah dan adu domba,
6.  agresif, artinya bersikap menyerang lawan,
7.  menarik, yakni memikat dan sering mendapat tepuk tangan.

Pidato edukatif memiliki ciri-ciri:
1.  objektif, apa yang dituju atau dimaksud,
2.  rasional, yakni berdasarkan pikiran sehat, bukan emosi, dan mementingkan kebenaran,
3.  berdasarkan ilmu pengetahuan yang dapat dipertanggungja­wabkan kebenaran ilmiahnya,
4.   defensif, artinya bersifat mempertahankan kebenaran ilmiahnya,
5.   tenang waktu mengemukakan, dimaksudkan untuk mema­suk­kan pengertian.
Di bagian lain dikemukakan sikap dan tatakrama yang perlu diperhatikan oleh seorang pembicara, antara lain:
1.  Berpakaian yang bersih, rapi, sopan, dan tidak bergaya pamer atau berlebih-lebihan.
2.   Merendahkan hati, tetapi bukan rendah diri dan kurang percaya diri.
3.  Kata-kata dan ucapan sopan. Menggunakan kata-kata sapaan secara mantap dan bersahabat.
4.   Di sana-sini diselingi humor yang segar dan sopan.
5.   Pada bagian akhir uraian selalu mengemukakan permo­honan maaf.

Berikut ini dikemukakan struktur bahan yang digunakan untuk berbagai pidato seremonial.
1.    Pidato Pembukaan dalam Seminar
a.    Pembukaan
b.    Pengantar dan ucapan terima kasih
c.    Mengapa tema itu yang dipilih
d.    Apa yang diharapkan dari pembicara dan pendengar
e.    Penjelasan jalannya acara
f.     Penutup

2.  Pidato Ketua Panitia
a.    Pembukaan
b.    Ucapan terima kasih
c.    Maksud diadakannya kegiatan tersebut
d.    Laporan kegiatan
e.    Harapan untuk berpartisipasi
f.     Permohonan maaf
g.    Penutup

3. Pidato Belasungkawa
a.    Pembukaan
b.    Penyampaian rasa belasungkawa
c.    Apa makna kematian bagi manusia
d.    Doa dan harapan
e.    Penutup
4. Pidato Belasungkawa atas nama keluarga
a.    Pembukaan
b.    Ucapan terima kasih
c.    Peristiwa kematian
d.    Memintakan maaf atas kesalahannya
e.    Permohonan untuk penyelesaian hutang-piutang
f.     Permohonan maaf
g.    Penutup

Puisi

Kepada Kawan

Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat,
mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat,
selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa,

belum bertugas kecewa dan gentar belum ada,
tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam,
layar merah berkibar hilang dalam kelam,
kawan, mari kita putuskan kini di sini:
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!

Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu,
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju,
Jangan tambatkan pada siang dan malam
Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat,
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat.
Tidak minta ampun atas segala dosa,
Tidak memberi pamit pada siapa saja!
Jadi
mari kita putuskan sekali lagi:
Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi,
Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!

Karya Chairil Anwar

Sajak Putih

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…

Karya Chairil Anwar

Pantun Muda

Walaupun enak makan dengan bakwan
Lebih enak makan dengan tahu
Walaupun enak jalan dengan teman
Lebih enak jalan dengan kamu

Manis manis sekepal gula
Lebih manis sesendok madu
Manis manis senyum si janda
Lebih manis senyum bibirmu

Dari Natal pergi ke Tiku
Di Airbangis singgah dahulu
Kalau adik ragu hatiku
Boleh abang cari yang baru

Ayam boleh, ikan pun boleh
Yang penting ada nasinya
Hitam boleh, Putih pun boleh
Yang penting baik hatinya

Hari ini tidak punya henpon
Kampungan tampaknya
Kalau sehari tidak ditelepon
Kelimpungan rasanya

Pantun Nasihat

Hari rabu memetik kelapa
Airnya segar hilang dahaga
Hormati Ibu juga Bapak
Agar kelak masuk surga

Dari apa kue lemang
Dari ketan yang dipanggang
Waktu kecil kita ditimang
Ayah Ibu harus disayang

Bapak tani menanam tebu
Pembeli datang bertanya harga
Wahai ananda hormati Ibu
Karena Ibu jalan ke surga

Empek-empek ditambah cuka
Tak terbanding enaknya rasa
Coba lihat anak durhaka
Di dunia hidupnya tersiksa

Orang dahulu hidup di goa
Biawak hidup di dalam rawa
Turuti perintah orang tua
Tiap sholat tak lupa berdoa

Mana mungkin ada buaya
Coba lihat dengan cermat
Mana mungkin hidup bahagia
Jika pada orang tua tiada hormat

Pantun Teka-Teki

Kalau puan, puan cemara
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki

Kalau tuan bawa keladi
Bawakan juga si pucuk rebung
Kalau tuan bijak bestari
Binatang apa tanduk di hidung

Burung nuri burung dara
Taman pesisir taman kayangan
Cobalah cari wahai saudara
Makin diisi makin ringan

Tugal padi jangan bertangguh
Kunyit kebun siapa galinya
Kalau tuan cerdik sungguh
Langit tergantung mana talinya

Pantun Jenaka

Jalan-jalan ke rawa-rawa
Capek duduk di pohon palem
Geli hati menahan tawa
Melihat katak memakai helm

Pantun Agama

Sungguhlah besar taman Seri Mahkota
Tempat bermain bidadari Lela Utama
Sungguhlah benar bagi orang yang takwa
Ada tempat yang aman dan bahagia

Kalau Tuan pergi ke Kedah
Singgah semalam di Kuala Muda
Sembahyang itu perintah Tuhan
Jika ingkar masuk neraka

Kera di hutan berlompat-lompat
Si pemburu memasang jerat
Hina sungguh sifat mengumpat
Dilaknat Allah dunia akhirat

Daun tetap di atas dulang
Anak udang mati dituba
Dalam kitab ada terlarang
Perbuatan haram jangan dicoba

Redup bulan nampak nak hujan
Pasang pelita sampai berjelaga
Hidup mati di tangan Tuhan
Tiada siapa dapat menduga

Karangan Deskripsi

Saya memiliki 3 ekor musang pandan, 2 berjenis kelamin betina dan yang 1 berjenis kelamin jantan. Musang saya ini berjenis musang pandan yang biasa hidup liar disekitaran rumah penduduk. Saya menemukan musang ini di dalam loteng rumah pada bulan april tahun lalu. Saat itu umurnya masih sekitar 3 mingguan. 

Saya memberikan makan tiga kali sehari, pada saat pagi, sore, dan malam. Pagi saya memberinya makan dengan kepala ayam rebus ditumbuk, kalau sore dan malam hari saya memberinya pisang. Musang ini sudah saya anggap sebagai keluarga saya sendiri, saya sangat menyanyangi mereka. Karena saya memelihara mereka dari umur 3 minggu, sampai sekarang umurnya hampir satu tahunan. 

Karangan Eksposisi

Cara menanam singkong

Singkong adalah tumbuhan umbi akar yang kaya akan karbohidrat. Singkong sangat mudah untuk ditanam dengan hanya meletakan batang singkong di tanah singkong akan tumbuh. Tak hanya itu singkong juga  dapat tumbuh di semua jenis tanah. Meskipun proses penanamannya sangat mudah, proses penanaman singkong memerlukan perhatian khsusus untuk hasil yang maksimal sebagi berikut:

Pilihlah batang singkong yang paling bawah, potong kira-kira sekitar 15 cm dan tajamkan ujungnya. Kemudian letakan pada tempat yang lembab selama 2 minggu hingga tumbuh tunas kecil.

Setelah 2 mingggu, tanam singkong pada tanah yang sudah digemburkan sebelumnya. Usahakan jangan menanam singkong saling berdekatan karena akan mengganggu umbi yang akan dihasilkan. Tancapkan ujung singkong pada tanah jangan terlalu dalam agar singkong mudah di cabut saat panen.

Demikianlah cara menanam singkong yang baik untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal dan menguntungkan.

Karangan Argumentasi

Smart Phone Stupid People

Saat ini kita telah mamasuki zaman tekhnologi yang luar biasa perkembangannya. Semua urusan manusia sekarang sudah dimudahkan oleh hadirnya tekhnologi ini. Salah satu tekhnologi yang sangat berkembang saat ini adalah alat komunikasi atau telephone pintar. Namun, tanpa kita sadari telephone pintar selama ini membuat manusia menjadi bodoh dan malas.

Kenapa bisa seperti itu? Hal ini bisa terjadi karena kita telah dimanjakan dengan fitur-fitur yang ada. Kemudahan informasi yang bisa didapatkan manusia tersebut membuat manusia semakin malas untuk mencari atau mempelajari suatu informasi sehingga mereka akan terbiasa untuk mengandlkan smart phone.

Tak hanya itu, smart phone juga membuat manusia menjadi pasif dan acuh tak acuh dengan lingkungannya. Ada banyak fitur-fitur yang dapat mengalihkan manusia dari dunianya seperti game, social media, video, dan musik, fitur-fitur tersebut membuat manusia sibuk terhadap smart phone bahkan saat kumpul bersama teman pun mereka saling sibuk dengan smart phonenya masing-maing.

Yang terakhir adalah smart phone menghilangkan budaya-budaya yang ada di dalam masyarakat. Saat ini ada fitur peta atau GPS yang memudahkan manusia mencari tempat, kemudahan itu membuat nilai menyapa seseorang di jalan untuk bertanya menjadi hilang. Padahal dengan bertanya mereka bisa saja menjadi teman yang baik.

Demikianlah pengaruh buruk smart phone yang tidak kita sadari telah membuat mansia, malas, bodoh, dan pasif. Padahal manusia adalah makhluk sosial yang harus bersosialisasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya.

Cerita Fabel (Hewan)

Drama Politik Anjing dan Kucing

Di sebuah kota kecil hiduplah si Anjing dan si Kucing yang bersahabat dan saling menjaga. Mereka memiliki impian besar untuk merubah negaranya yang dilanda kerakusan dan ketamakan.
“Suatu saat aku ingin menjadi orang besar yang bisa mengelola negara ini.” Kata si Anjing sambil menatap tajam ke langit dengan ekspresi yang serius.

Si Kucing berjalan pelan menuju ke tempat si Anjing. “Aku juga mempunyai mimpi yang sama.” Kucing membalas dengan suara yang lembut. Kucing pun menepuk pundak Anjing.
“Mari kita bersama-sama untuk menjadi yang terbaik untuk merubah negara kita.” kata kucing dengan mantap.

Untuk mencapai impian mereka si Anjing dan si Kucing belajar dengan giat. Mereka pun mengambil jurusan yang sama di bidang politik. Si Anjing yang saat itu memiliki harta yang berlimpah, memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di luar negeri. Si kucing tidak ingin dikalahkan oleh semangat sahabatnya. Dia memilih memulai dengan bergabung dengan partai politik penguasa untuk menjadi kadernya. Namun si kucing harus melalui jalan politik yang berliku dengan tidak banyaknya dukungan baginya menuju gedung parlemen.

Si Anjing yang telah menyelesaikan pendidikannya memilih untuk kembali dan mendirikan sebuah partai politiknya sendiri. Karena popularitas dan relasinya yang banyak selama kuliah. Si anjing dengan mudahnya meraup dukungan. Si kucing yang tidak mau tertinggal dengan langkah sahabatnya, mulai membangun kerajaan politiknya sendiri. Kemampuan diplomasi dan perundingan yang si kucing pelajarilah yang saat ini membuat dia dengan mudah mendapatkan dukungan.

Ketika tiba ajang pemilihan pemimpin negeri. Partai Si Anjing dan si Kucing berusaha untuk mendulang pendukung dari pelosok negeri. Mereka saling bersaing untuk menjadi pemenang. Situasi ini membuat si Anjing dan si Kucing jarang berkomunikasi. Berita negatif di media menggambarkan sikap si Anjing dan si Kucing saling mencurigai.

Kehidupan persahabatan mereka mulai memudar seiring persaingan di antara mereka untuk menjadi penguasa. Hasil pemilihan mengakui bahwa si Kucing yang akan menjadi pemimpin negeri. Si Anjing tidak terima dan merasa si Kucing telah berbuat curang. Keserakahan untuk menjadi penguasa telah membutakan si Anjing dan membuatnya dendam. Sehingga berjanji akan memburu si Kucing sampai kiamat tiba.


Karangan Persuasi

Ayo Hidup Bersih

Hidup bersih merupkan dambaan bagi semua orang, Dengan perilaku hidup bersih, akan menciptakan lingkungan yang sehat sehingga akan berdampak baik pula bagi penghuninya. Seperti yang ada pada pepatah latin, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, oleh karena itu, marilah jaga lingkungan kita agar menjadi bersih.

Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk berperilaku hidup bersih yaitu, bersihkanlah lingkungan terdekat seperti rumah, halaman, dan lingkungan sekitar rumah. Dengan lingkungan yang bersih, semua bibit penyakit tidak akan tumbuh dan berkembang. Kemudian jaga pula kebersihan diri sendiri seperti, mandi yang teratur, menyikat gigi, dan memotong kuku. Menjaga kebersihan tubuh dengan teratur membuat kita terhindar dari berbagai macam penyakit. Dan yang terakhir konsumsilah makanan sehat dan bergizi agar tubuh menjadi sehat dan kuat.

Perilaku hidup bersih di atas sangat penting untuk dilaksanakan agar kita sehat dan terhindar dari penyakit. Oleh karena itu, mulai dari sekarang marilah kita semua menjaga kebersihan lingkungan, kebersihan diri dan kebersihan makanan kita.

Karangan Narasi

Pertemuan yang Terindah

Pagi hari itu aku duduk termenung di sebuah taman. Ku pandangi semua bunga-bunga indah yang sedang bermekaran dengan indahnya. Ketika aku sedang menikmati pemandangan dalam kesunyian, tiba-tiba aku mendengar jeritan seorang wanita dari arah belakangku. Aku pun terdiam dan heran, lalu dengan penasaran aku segera menuju sumber suara tersebut.

Betapa terkejutnya diriku ketika mengetahui bahwa jeritan tersebut berasal dari seorang wanita manis berbaju biru. Lalu aku dekati wanita itu, “Kamu baik-baik saja?” tanyaku. “Kamu siapa?” jawab wanita itu. Suaranya sangat lembut dan wajahnya yang manis membuat aku terpana oleh pendangan sesat itu. Tanpa sadar bibirku mengeluarkan kata, “Aku mendengar suara teriakan, jadi ku kira Anda sedang dalam masalah,” “oh, aku tidak apa-apa, hanya terkena duri yang ada di tumbuhan ini” jawabnya. Lalu terjadi hening yang panjang dan terjadi pergolakan di dalam hatiku, ingin rasanya berkenalan dengan dirinya, tetapi aku takut.

Tak berapa lama, wanita itu pergi meninggalkanku yang berdiri bodoh tanpa berani berkenalan dengannya. Aku pun menyesal, hingga saat ini aku selalu pergi ke taman itu dan berharap bisa bertemu, “gadis manis berbaju biru” itu sekali lagi.

Menggunakan Bahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar

Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan.

Ciri – ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut :

Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat  yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik banget; uang dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.
Bagaimana menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar

Untuk memahami bagaimana menggunakan bahasa indomesia dengan baik dan benar, terlebih dahulu saya akan memberikan sedikit penjelasan. “Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan sebagai pemakaian kata-kata dalam ragam bahasa yang serasi dan selaras dengan sasaran atau tujuannya dan yang terlebih penting lagi adalah mengikuti kaidah bahasa yang baik dan benar. Pernyataan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu pada ragam bahasa yang dimana memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa yang diucapkan biasanya adalah dalam bentuk bahasa yang baku.

Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada suatu kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal, penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi pilihan atau prioritas utama dalam berbahasa.

Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa dan kaidah itu sendiri meliputi 6 aspek .

Tata Bunyi (Fonologi)
Tata bahasa (Kata dan Kalimat)
Kosakata
Ejaan
Makna
kelogisan.
Pada aspek tata bunyi kita mungkin sudah mengenal bunyi |f|,|v| dan |z|

Contoh Kata – kata yang benar adalah fajar, fakir (miskin), motif, aktif, variable, vitamin, devaluasi, zakat, zebra dan izin . dan bukan pajar, pakir (miskin), motip, aktip, pariable, pitamin, depaluasi, jakat, jebra dan ijin .

Pada aspek pelafalan termasuk juga aspek tata bunyi

Contoh pelafan yang benar adalah kompleks, korps, transmigrasi, ekspor bukan komplek, korp, tranmigrasi dan ekspot .

Pada aspek tata bahasa

Contoh bentuk tata bahasa yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakan dan pertanggung jawaban . bukan obah/robah/rubah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan dan pertangungan jawab .

Dalam segi kalimat dalam kalimat mandiri , pada kalimat mandiri harus mempunyai subjek, predikat dan objek/keterangan .

contoh kalimat : pada tabel di atas memperlihatkan bahwa wanita lebih banyak daripada pria .

jika kata “pada” di tiadakan, kata tabel di atas menjadi subjek atau kata “memperlihatkan” diubah “terlihat” agar kata bahwa dan seterusnya menjadi subjek .  dengan demikian kata itu menjadi benar.

Pada aspek kosakata  kata – kata seperti bilang, kasih, entar dan udah . lebih baik diubah dengan berkata/mengatakan, memberi, sebentar dan sudah . agar menjadi bahasa indonesia yang benar . dalam hubungannya dengan peristilahan, istilah dampak (impact), Bandar udara , keluaran (output) dan pajak tanah (land tax) sebagai istilah yang benar daripada istilah pengaruh, pelabuhan udara, hasil  dan pajak bumi .dalam segi ejaan , penulisan yang benar adalah analisis, hakikat, objek, jadwal, kualitas dan hiraki . Dalam segi makna ,  penggunaan bahasa yang benar berikatan dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan makna . seperti dalam bahasa ilmu tidak tepat jika digunakan kata yang bermakna konotatif (kiasan) . jadi penggunaan bahasa yang benar harus sesuai dengan kaidah bahasa . Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahas yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi . pemelihan itu berikatan dengan topik yang di bicarakan , tujuan pembicaraan, orang yang di ajak berbicara ( kalau lisan ) atau pembaca (jika tulis) , dan tempat pembicaraan . selain itu, bahasa yang baik itu bernalar , dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita .

Tujuan Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi

Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan tertentu yaitu agar kita dipahami oleh orang lain. Jadi dalam hal ini respons pendengar atau lawan komunikan yang menjadi perhatian utama kita.

Bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan alat untuk merumuskan maksud kita.
Dengan komunikasi, kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan ketahui  kepada orang lain.
Dengan komunikasi, kita dapat mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita dan apa yang telah dicapai oleh orang-orang sejaman kita.
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi melalui lisan (bahsa primer) dan tulisan (bahasa sekunder). Berkomunikasi melalui lisan (dihasilkan oleh alat ucap manusia), yaitu dalam bentuk symbol bunyi, dimana setiap simbol bunyi memiliki cirri khas tersendiri. Suatu simbol bisa terdengar sama di telinga kita tapi memiliki makna yang sangat jauh berbeda. Misalnya kata ’sarang’ dalam bahasa Korea artinya cinta, sedangkan dalam bahasa Indonesia artinya kandang atau tempat.
Kalimat Komunikasi yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.

Tidak menyimpang dari kaidah bahasa
Logis atau dapat diterima nalar
Jelas dan dapat menyampaikan maksud atau pesan dengan tepat
Kalimat yang tidak menyimpang dari kaidah bahasa maksudnya adalah kalimat yang cermat baik dari segi pemilihan kata dan bentukan kata maupun susunan kalimatnya memenuhi aturan sintaksis yang benar. Sebaliknya, kalimat yang menyimpang dari kaidah bahasa, susunan kalimatnya tidak sesuai dengan aturan sintaksis yang benar.

Contoh:

Pada jadwal di atas menunjukkan kereta eksekutif Argo Bromo berangkat pada pukul 15.00 dari Gambir.
Bagi yang menitip sepeda motor harus dikunci.
Yang punya HP harus dimatikan.
Kalimat di atas meskipun dapat dipahami tapi terasa janggal didengar. Pada kalimat pertama terasa ada yang kurang secara sintaksis. Jabatan subjeknya tidak ada karena penggunaan kata tugas “pada”. Jika kata “pada” dihilangkan, akan terasa lebih tepat. Penggunaan kata tugas “bagi” pada kalimat kedua juga tidak pada tempatnya dan tidak perlu sebab yang dimaksud sesungguhnya adalah sepeda motor yang dititipkan bukan orangnya. Kalimat kedua mengandung pengertian bahwa yang dititipkan adalah pemilik sepeda motor atau orangnya. Demikian pula pada kalimat ketiga, yang dimatikan adalah HP bukan pemilik HP. Perbaikan kalimat di atas ialah:

Jadwal di atas menunjukkan kereta api eksekutif Argo Bromo berangkat pada pukul 15.00 dari Gambir .
Sepeda motor yang dititipkan harus dikunci.
Yang memiliki HP agar mematikan HP-nya.
Kalimat juga harus logis atau dapat dinalar oleh akal. Meskipun secara gramatikal sesuai dengan kaidah namun jika tidak logis, kalimat tersebut tak akan dapat dipahami dengan baik bila disampaikan kepada orang lain.

Contoh:

Anak-anak itu sedang asyik makan pohonan.
Ini adalah daerah bebas parkir.
Di sini tempat pendaftaran buta huruf.
Ketiga kalimat di atas salah nalar. Kalimat pertama jelas tidak masuk akal. Secara akal sehat, tidak ada manusia yang memakan pohonan sebab pengertian pohonan adalah keseluruhan pohon dari akar dan batang hingga daun. Kata pohonan juga dapat dimaknai banyak pohon. Meskipun secara struktur kalimatnya benar karena ada subjek, predikat, dan objek, tapi secara nalar tidak masuk akal. Kalimat kedua dan ketiga juga tidak tepat. Pengertian bebas parkir harusnya sama dengan bebas narkoba, bebas becak, dan bebas bea yang artinya daerah tersebut tidak ada lagi narkoba, becak, atau pungutan. Tapi arti bebas parkir mengapa jadi boleh parkir tanpa bayar. Kalimat ketiga maksudnya bagi yang buta huruf agar mendaftar di tempat ini untuk mendapatkan pengajaran. Pengertian pada kalimat di atas adalah orang mendaftarkan diri agar jadi buta huruf.

Perbaikan kalimat-kalimat di atas, yaitu:

Anak-anak itu sedang asyik mengumpulkan pohonan.
Ini adalah daerah boleh parkir bebas atau parkir gratis.
Di sini tempat pendaftaran kursus paket A bagi yang buta huruf.
fungsi bahasa sebagai alat komunikasi

– bahasa merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri.
– Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami.
– Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan tertentu yaitu agar kita dipahami oleh orang lain. Jadi dalam hal ini respons pendengar atau lawan komunikan yang menjadi perhatian utama kita.
• Bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan alat untuk merumuskan maksud kita.
• Dengan komunikasi, kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan ketahui kepada orang lain.
• Dengan komunikasi, kita dapat mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita dan apa yang telah dicapai oleh orang-orang sejaman kita.
• Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi melalui lisan (bahsa primer) dan tulisan (bahasa sekunder). Berkomunikasi melalui lisan (dihasilkan oleh alat ucap manusia), yaitu dalam bentuk symbol bunyi, dimana setiap simbol bunyi memiliki cirri khas tersendiri. Suatu simbol bisa terdengar sama di telinga kita tapi memiliki makna yang sangat jauh berbeda. Misalnya kata ’sarang’ dalam bahasa Korea artinya cinta, sedangkan dalam bahasa Indonesia artinya kandang atau tempat.
• Tulisan adalah susunan dari simbol (huruf) yang dirangkai menjadi kata bermakna dan dituliskan. Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.
• Bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyaii fungsi utama bahasa adalah bahwa komunikasi ialah penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan selalu berubah seiring perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat.

Cerita Rakyat

siapa masyarakat Indonesia yang belum mendengar cerita rakyat yang melegenda itu?? Pasti sudah sangat akrab akan cerita itu. Yup Cerita Rakyat Malin Kundang sangat lah populer di masyarakat Indonesia. Cerita rakyat yang mengajarkan kita agar tidak durhaka pada orang tua itu bahkan pernah difilemkan di layar kaca.

Cerita Rakyat Malin Kundang diangkat dari latar belakang sebuah desa nelayan di Sumatra Barat tepatnya di Pantai Air Manis, Padang Selatan. Jika sobat mengunjungi tempat tersebut, pastilah menjumpai sebuah batu yang menyerupai orang sujud. Nah batu itu yang diyakini sebagai perwujudan Malin Kundang.

Nah, pada kesempatan kali ini, Zona Siswa mencoba menampilkan Cerita Rakyat Malin Kundang tersebut ke hadapan sobat semua. Semoga bermanfaat. Check this out!!!

Cerita Rakyat Malin Kundang | www.zonasiswa.com

Malin Kundang

Dahulu kala, tersebutlah sebuah keluarga miskin yang terdiri dari seorang ibu dan anaknya yang bernama Malin Kundang. Karena ayahnya telah meninggalkannya, sang ibu pun harus bekerja keras sendiri untuk bisa menghidupi keluarganya.

Malin adalah anak yang pintar tapi sedikit nakal. Ketika dia beranjak dewasa, Malin merasa kasihan pada ibunya yang sedari dulu bekerja keras menghidupinya. Kemudian Malin meminta izin untuk merantau mencari pekerjaan di kota besar.

“Bu, saya ingin pergi ke kota. Saya ingin kerja untuk bisa bantu ibu di sini.” pinta Malin.
“Jangan tinggalkan ibu sendiri, nak. Ibu hanya punya kamu di sini.” kata sang ibu menolak.
“Izinkan saya pergi, bu. Saya kasihan melihat ibu terus bekerja sampai sekarang.” kata Malin.
“Baiklah nak, tapi ingat jangan lupakan ibu dan desa ini ketika kamu sukses di sana” Ujar sang ibu berlinang ari mata.

Keesokan harinya Malin pergi ke kota besar dengan menggunakan sebuah kapal. Setelah beberapa tahun bekerja keras, dia berhasil di kota rantauannya. Malin sekarang menjadi orang kaya yang bahkan mempunyai banyak kapal dagang. Dan Malin pun sudah menikah dengan wanita cantik di sana. Berita tentang Malin yang menjadi orang kaya sampai lah ke ibunya. Sang ibu sangat senang mendengarnya. Dia selalu menunggu di pantai setiap hari, berharap anak si mata wayangnya kembali dan mengangkat drajat ibunya. Tetapi Malin tak pernah datang.

Suatu hari istiri Malin bertanya mengenai ibu Malin dan ingin bertemu dengan nya. Malin pun tidak bisa menolak keinginan istri yang sangat dicintainya itu. Malin menyiapkan perjalanannya tersebut menuju desanya menggunakan sebuah kapal pribadinya yang besar nan cantik. Akhirnya Malin pun datang ke desanya beserta istri dan anak buahnya.

Mendengar kedatangan Malin, sang ibu merasa sangat gembira. Dia bahkan berlari menuju pantai untuk segera melihat anak yang disayanginya pulang.

“Apa itu kamu Malin, anak ku? Ini ibu mu, kamu ingat” Tanya sang Ibu.
"Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirim kabar?" Katanya sambil memeluk Malin Kundang.

Sang istri yang terkejut melihat kenyataan bahwa wanita tua, bau, dekil yang memeluk suaminya, berkata:
"Jadi wanita tua, bau, dekil ini adalah ibu kamu, Malin"

Karena rasa malu, Malin Kundang pun segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga jatuh.
“Saya tidak kenal kamu wanita tua miskin” kata Malin.
"Dasar wanita tua tak tahu diri, Sembarang saja mengaku sebagai ibuku." Lanjut Malin membentak.

Mendengar perkataan anak kandungnya seperti itu, sang ibu merasa sedih dan marah. Ia tidak menduga, anak yang sangat disayanginya berubah menjadi anak durhaka.
"Oh Tuhan ku yang kuasa, jika dia adalah benar anak ku, Saya mohon berikan azab padanya dan rubah lah dia jadi batu." doa sang ibu murka.

Tidak lama kemudian angin dan petir bergemuruh menghantam dan menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu, Tubuh Malin Kundang kaku dan kemudian menjadi batu yang menyatu dengan karang.

Amanat: Jadilah orang yang berbakti pada orang tua. Dan janganlah sekali-kali durhaka padanya.

EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)

Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan

menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67,tanggal 19 September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.

Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".

Revisi 1987        
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.

Revisi 2009
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

PENGERTIAN EJAAN

Pengertian Ejaan ialah keseluruhan system dan peraturan penulisan bunyi bahasa untuk mencapai keseragaman. Ejaan Yang Disempurnakan adalah ejaan yang dihasilkan dari penyempurnaan atas ejaan-ejaan sebelumnya.
Ejaan yang disempurnakan ( EYD ) mengatur :
1.    Pemakaian Huruf,
a.    Huruf Abjad
Huruf abjad yang terdapat di dalam bahasa Indonesia adalah :
A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Y dan Z.
b.    Huruf Vokal
Huruf vokal di dalam bahasa Indonesia adalah : a, i, u, e dan o
c.    Huruf Konsonan
Huruf konsonan yang terdapat di dalam bahasa Indonesia adalah :
a, b, c, d, f, g, h, i, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, u, v, w, x, y dan z.
d.    Huruf Diftong
Didalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au dan oi.
e.    Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan,  yaitu:
kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
f.    Pemenggalan Kata
Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan dengan cara:
Ø Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan diantara kedua huruf vokal itu. Contoh: aula  menjadi au-la bukan a-u-l-a
Ø Jika di tengah kata ada konsonan termasuk gabungan huruf konsonan,  pemenggalan itu dilakukan sebelum huruf konsonan. Contoh: bapak  menjadi ba-pak
Ø Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan diantara kedua huruf  itu. Contoh : mandi menjadi man-di
Ø Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan, pemenggalan itu dilakukan diantara huruf konsonan yang pertama dan kedua. Contoh : ultra  menjadi ul-tra.

2.    Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
a.    Huruf Kapital atau Huruf Besar
Huruf Kapital dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat, petikan langsung, ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, nama gelar kehormatan, unsur nama jabatan, nama orang, nama bangsa, suku, tahun, bulan, nama geografi, dll.
b.    Huruf Miring
Huruf Miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, surat kabar, yang dikutip dalam tulisan, nama ilmiah atau ungkapan asing, dan untuk menegaskan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.

3.    Penulisan Kata,

4.    Singkatan dan Akronim
    Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, suku kata, ataupun gabungan kombinasi huruf dan suku kata. Contoh : rudal ( peluru kendali ), tilang ( bukti pelanggaran )

5.    Angka dan Lambang Bilangan
Penulisan angka dan bilangan terdiri dari beberapa cara yaitu :
a.    berasal dari satuan dasar sistem internasional, Contoh : arus listrik dituliskan A = ampere
b.    menyatakan tanda decimal, Contoh : 3,05 atau 3.05

6.    Penulisan Unsur Serapan,
Penulisan unsur serapan pada umumnya mengadaptasi atau mengambil dari istilah bahasa asing yang sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Contoh : president menjadi presiden

7.    Pemakaian Tanda Baca
Pemakaian tanda baca terdiri dari tanda (.) , (,), (-), (;), (:), (”)

8.    Pedoman Umum Pembentukan Istilah
Pembentukan istilah asing yang sudah menjadi perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia mengikuti kaidah yang telah ditentukan, yaitu :
a.    penyesuaian Ejaan.
    Contoh : ae jika tidak bervariasi dengan e, tetap e, aerosol tetap aerosol
b.    penyesuaian huruf gugus konsonan.
    Contoh : flexible  menjadi fleksibel
c.    penyesuaian akhiran.
    Contoh : etalage  menjadi etalase
d.    penyesuaian awalan.
    Contoh : amputation  menjadi amputasi

9.    Gaya Bahasa
Gaya bahasa ialah penggunaan kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk mengungkapkan perasaan atau pikiran dengan maksud tertentu. Gaya bahasa berguna untuk menimbulkan keindahan dalam karya sastra atau dalam berbicara. Gaya bahasa disebut juga majas.
a. Gaya bahasa simbolik adalah gaya bahasa yang menggunakan perbandingan simbol benda, lambang, binatang atau tumbuhan.
Contoh : Lintah darat harus dibasmi ( Lintah darat adalah simbol pemeras, rentenir atau pemakan riba)
b.  Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlebihan.
Contoh : Tawanya menggelegar hingga membelah bumi.
Ejaan Yang Disempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
Perbedaan dengan ejaan sebelumnya.
a. Kata Dasar, Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan
b. Kata Turunan, Kata turunan (imbuhan)
c. Bentuk Ulang, Bentuk kata Ulang ditulis hanya dengan tanda hubung (-)
d. Gabungan Kata, Gabungan kata yang dianggap senyawa ditulis serangkai
e. Kata Ganti ku, mu, kau dan nya, ditulis serangkai dengan kata yang  mengikutinya
f. Kata Depan di, ke, dan dari, Kata depan di dan ke ditulis terpisah
g. Kata si dan sang, Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya
h. Partikel, Partikel per yang berarti tiap-tiap ditulis terpisah
Singkatan ialah bentuk istilah yang tulisannya diperpendek terdiri dari huruf awalnya saja, menanggalkan sebagian unsurnya atau lengkap menurut lisannya, Contoh : NKRI, cm,  lab.

Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:
"tj" menjadi "c" : tjutji → cuci
"dj" menjadi "j": djarak → jarak
"j" menjadi "y" : sajang → sayang
"nj" menjadi "ny" : njamuk → nyamuk
"sj" menjadi "sy" : sjarat → syarat
"ch" menjadi "kh": achir → akhir

Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.
Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
Awalan "di-" dan kata depan "di" dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-" padadibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan

Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:
1.   Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
2.   Penulisan kata.
3.   Penulisan tanda baca.
4.   Penulisan singkatan dan akronim.
5.   Penulisan angka dan lambang bilangan.
6.   Penulisan unsur serapan.

Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.
Untuk penjelasan lanjutan tentang penulisan tanda baca, dapat dilihat pada Penulisan tanda baca sesuai EYD

Jenis-Jenis Gaya Bahasa

Poerwadarminta dalam Widyamartaya (1995: 53) menerangkan bahwa gaya umum itu dapat ditambah , diperbesar dengan salah satu cara. Tiap cara atau proses ini akan menghasilkan sejemlah corak dengan nama-nama khususnya. Panorama selayang pandang tentang gaya bahasa dapat dirinci dengan memperbesar daya tenaganya terhadap gaya umum dengan cara-cara mengadakan:
1. Perbandingan; 2. Pertentangan; 3. Pertukaran; 4. Perulangan; 5. Perurutan.
Gaya bahasa ialah cara penyair menggunakan bahsa untuk menimbulkan kesan-kesan tertentu. Gaya digunakan untuk melahirkan keindahan (http://esastra.com/kurusu/kepenyairan.htm#Modul 11). Hal itu terjadi karena dalam karya sastralah ia paling sering dijumpai, sebagai wujud eksplorasi dan kreativitas sastrawan-sastrawati dalam berekspresi.
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiranmelalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis/pemakai bahasa (Gorys Keraf, 2002: 113). Suatu penciptaan puisi, juga bentuk-bentuk tulisan yang lain, misalnya cerpen, novel, naskah drama (Wacana sastra) sangat membutuhkan penguasaan gaya bahasa, agar puisi yang dihasilkan nanti lebih menarik, indah, dan berkualitas.
Pembicaraan tentang gaya bahasa sangatlah luas. Gorys Keraf (2002: xi-xii) membagi persoalan gaya bahasa, yakni:
Pengertian, sendi, jenis-jenis gaya bahasa
1. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata
a. Gaya bahasa resmi
b. Gaya bahasa tak resmi
c. Gaya bahasa percakapan
2. Gaya bahasa berdasarkan nada:
a. Gaya sederhana
b. Gaya mulia dan bertenaga
c. Gaya menengah.
2. Gaya bahasa berdarkan struktur kalimat
a. Klimaks
b. Antiklimaks
c. Paralelisme
d. Antitesis
Repetisi

3. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna
a. Gaya bahasa retorika terdiri dari:
1) Aliterasi
2) Asonansi
3) Anastrof
4) Apofasis/preterisio
5) Apostrof
6) Asidenton
7) Polisindenton
8.) Kiasmus
9) Elipsis
10) Eufimismus
11) Litotes
12) Histeron proteron
13) Pleonasme dan tautologi
14) Perifrasis
15) Prolepsis/antisipasi
16) Erotesis/pertanyaan retoris
17) Silepsis dan Zeugma
18) Koreksio Epanotesis
19) Hiperbol
20) Paradoks
21) Oksimoton
b. Gaya bahasa kiasan
1. Persamaan/simile
2. Metafora
3. Alegori, Parabel dan Fabel
4. Personifikasi
5. Alusi
6. Eponim
7. Epitet
8. Sinekdoke
9. Metonimia
10. Antomonasia
11. Hipalase
12. Ironi
13. Satire
14. Iniendo
15. Antifrasis
16. Paronomasia
Uraian mengenai pengertian bermacam-macam gaya bahasa tersebut dan contoh-contohnya bisa dibac dalam buku “Diksi dan Gaya Bahasa” karya Gorys keraf, juga karya Henry Guntur Tarigan, Rahmat Joko Pradopo dan dijumpai di segenap buku yang membicarakan gaya bahsa untuk SMP dan SMA/SMK.
Pengertian Masing-masing Jenis Gaya Bahasa dan Contoh Pemakaiannya
Di bawah ini disampaikan pengertian dari jenis-jenis gaya bahasa di atas yang dirumuskan secara bebas oleh peneliti berdasarkan pemahaman yang penulis peroleh dari berbagai sumber:
1. Klimaks, yang disebut juga gradasi, adalah gaya bahsa berupa ekspresi dan pernyataan dalam rincian yang secara periodek makn lama makin meningkat, baik kuantitas, kualitas, intensitas, nilainya.
Contoh:
Idealnya setiap anak Indonesia pernah menempuh pendidikan formal di TK, SD, SMP, SMA/SMK, syukur S2, S3 sampai gelar Doktor dan kalau mengajar di Perguruan Tinggi bergelar Profesor/Guru Besar pula.
b. Dalam apresiasi sastra, mula-mula kita hanya membaca selayang pandang puisi yang akan kita apresiasi, lalu kita membaca berulang-ulang sampai paham maksudnya, merasakan keindahannya, terus mengkajidalami, bisa membawakannya penuh penghayatan, sampai kita mampu menghargai keberadaan dan mencintainnya, syukur juga terpangil untuk kreatif menciptakan bentuk-bentuk sastra.
2. Antiklimaks merupakan antonim dari klimaks adalah gaya bahasa berupa kalimat terstruktur dan isinya mengalami penurunan kualitas, kuantitas intensitas. Gaya bahasa ini di mulai dari puncak makin lama makin ke bawah.
Contoh:
Bagi milyader bakhlil, jangankan menyumbang jutaan rupiah, seratus ribu, lima puluh ribu, sepuluh ribu, seribu rupiah pun ia enggan, masih dihitung-hitung.
b. Jauh sebelum memperoleh mendali emas dalam Olimpiade Athena 2004 cabang bulutangkis, Taufik Hidayat niscaya telah menjadi juara nasional dan sebelumnya juga tingkat propinsi, kabupaten, malahan pula tingkat kecamatan, desa, RT/RW.
3. Paralelisme adalah gaya bahasa berupa penyejajaran antara frase-frase yang menduduki fungsi yang sama.
Contoh: Kriminalitas dan kemaksiatan itu akan menyengsarakan banyakmorang, membuat menderita kurban-kurbannya.
4. Antitesis adalah gaya bahsa yang menghadirkasn kelompok-kelompok kata yang berlawanan maksudnya.
Contoh:
Kau yang berjani kau pula yang mengingkari
Kau yang mulai kau pula yang mangakhiri
Di timur matahari terbit dan di barat ia tengggelam
5. Repetisi adalah gaya bahasa dengan jalan mengulanmg pengunaan kata atau kelompok kata tertentu.
Contoh:
Seumpama eidelwis akulah cinta abadi yang tidak akan pernah layu
Seumpama merpati akulah kesetiaan yang tidak pernah ingkar janji
Seumpama embun akulah kesejukan yang membasuh hati yang lara
Seumpama samudra akulah kesabaran yang menampung keluh kesah segala muara
6. Aliterasi adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi konsonan.
Contoh:
Widyawan Wisik Wahyu Wastika suka menekuni spiritualitas.
Sahabatku bernama Fajar Firman Firdaus Filosofi.
Jadilah jantan jujur jenius!
Nama mahasiswi itu Cici Cantika Cangggih Cendikiawati
7. Asonansi adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi vokal
Contoh:
Gita Cinta dari SMA, lagu rindu dari SMU
Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu
8. Anastrof adalah gaya bahasa berupa pembalikan susunan kalimat dari pola yang lazim, biasanya dari subjek-predikat jadi predikat-subjek
Contoh:
Terlalu kecil anak itu untuk bekerja seberat itu
Berbahagialah wisudawan-wisudawati dalam perayaan yang diadakan di kampus mereka.
9. Apofasis/preterisio adalah gaya bahasa yang dipakai oleh pengarang untuk menyampaikan sesuatu yang megandung unsur kontradiksi, kelihatannya menolak tapi sebenarnya menerima, kelihatannya memuji tapi sebenarnya mngejek, nampaknya membenarkan tapi sebenarnya menyalahkan, kelihatannya merahasiakan tapi sebenarnya membeberkan.
Contoh :
– Saya tidak ingin membongkar kesalahan masa silammu bahwa dulu kamu pernah melakukan pemalsuan ijazah dan menjadi plagiator.
– Jangan repotrepot membawa sesuatu ke sini, tapi tidak baik bukan kalau orang menolak rejeki?
10. Apostrof adalah gaya bahsa berupa pengalihan pembicaraan kepada benda atau sesuatu yang tidak bisa berbicara kepada kita terutama kepada tokoh yang tidak hadir atau sudah tiada, dengan tujuan lebih menarik atau memberi nuansa lain.
Contoh:
– Wahai Nabi Suci yang kami cintai dan hormati, malam ini kami berkumpul disini untuk melantunkan shalawat dan kasidah nan syahdu untukmu, terimalah sayang, kekasihku.
– Hai burung-burung betapa merdu nyanyianmu, wahai bunga-bunga betapa indah dan semerbak aromamu, wahai embun pagi, betapa jernih berkilau kamu laksana butiran-butiran intan tertimpa hangat sinar surya.
11. Asidenton adalah gaya bahsa dengan jalan menghadirkan kata/frasa yang berfungsi sama, berkedudukan sejajar tanpa menggunakan kata penghubung hanya menggunakan koma.
Contoh:
Untuk menjadi insan kamil, kita harus punya imtak yang prima, iptek yang andal, akhlak yang solid, amal salih yang semarak produktif banyak berkarya, kreatif penuh cipta.
12. Polisidenton adalah gaya bahasa berupa penyampaian sesuatu dengan menggunakan kata sambung secara berulang.
Contoh:
– Kepada bulan, kepada bintang-gemintang, kepada langit biru, kepada malam yang syahdu, aku bertanya kepadamu adakah kau lihat hamba-hamba Allah yang beriman bangun tengah malam untuk berdzikir, untuk berdoa, untuk bersujud?
– Kita harus giat menuntut ilmu dari berbagai sumber agar cerdas cendikia agar berwawasan luas agar bisa bnyak berkiprah agar tidak ketinggalan zaman.
13. Kiasmus adalah gaya bahasa yang terdiri dari dua klausa yang berimabang namun dipertentangkan satu sama lain.
Contoh:
Sebenarnya mereka orang-orang yang sabar, namun akhirnya berontak terhadap orang-orang yang terus mengencetnya.
14. Elipsis adaklah gaya bahasa berupa penyusunan kalimat yang mengandung kata-kata yang sengaja dihilangkan yang sebenarnya bisa diisi oleh pembaca/penyimak.
Contoh:
– Pembangunan mencakup dua hal yakni pembangunan material dan …….,pembangunan lahiriah dan …….., pembangunan individual dan ……….
– Apa saja yang ada di dunia serta berpasangan ada siang ada ………, ada baik ada…….., ada terang ada ………, ada pertemuan ada …….., roda berputar kadang di atas kadang …………
15. Eufemisme adalah gaya bahasa berupa pengungkapan yang sifatnya menghaluskan supaya tidak menyinggung perasaan, tidak terasa tajam.
Contoh:
-Karena melakukan sesuatu yang kurang pas, Pak Bandot akhirnya dikenai pension dini.
(Terlibat skandal, korupsi, dipecat, di PHK)
-Anak itu tinggal kelas karena agak terlambat dalam mengikuti pelajaran.
(Bodoh)
16. Litotes adalah gaya bahasa yang sifatnya merendahkan diri, tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya namun tidak punya maksud agar orang percaya dengan hal itu, pembicara/penyimak tahu apa yang sebenarnya ia maksudkan.
Contoh:
-Kalau Anda tidak keberatan, mampirlah ke gubug kami di Jalan Pemuda No. 100 Surakarta.
– Yogya-Solo terpaksa kita tempuh 2 jam karena kita hanya naik gerobak.
17. Histeron Proteron adalah gaya bahasa berupa penyusunan kalimat yang mengandung pembalikan dari logika yang wajar.
Contoh:
Silakan membaca terus sampai jadi kutu buku agar kebodohanmu tidak berkurang, kepandaianmu tidak bertambah.
-Pegang teguhlah sifat jujur maka kamu bakal hancur, bertindaklah adil maka justru kamu akan terpencil.
18. Tautologi adalah sarana retorika yang menyatakan sesuatu secara berulang dengan kata-kata yang maknanya sama supaya diperoleh pengertian yang lebih mendalam, misalnya:
Tak ada badai tak ada topan, tiba-tiba saja ia marah.
So pasti, buku-buku bermutu banyak memberikan manfaat bagi pembacanya.
19. Pleonasme adalah sarana retorika semacam tautologi dengan kata kedua yang sudah dijelaskan oleh kata pertama.
Contoh:
Silakan maju ke depan, setelah itu naik ke atas.
Hujan yang basah menyuburkan tanah-tanah rekah
20. Perifrasis adalah gaya bahasa sejenis pleonasme yang merupakan keterangan berulang namun proporsinya lebih banyak daripada yang sebenarnya.
Contoh:
Dengan sungguh terpaksa karena tak berdaya, tidak punya kekuatan apa-apa tidak bisa berbuat dan melakukan sesuatu saya hanya diam saja ketika kawanan perampokitu menggasak dan menguras ludes barang-barang berharga di rumah sebelah.
21. Prolepsis/antisipasi adalah gaya bahasa berupa kalimat yang diawali dengan kata-kata yang sebenarnya baru ada setelah suatu peristiwa terjadi.
Contoh:
-Keluarga yang ditimpa kemalangan itu akhirnya tercerai berai dan tewas entah di mana jenazah tersapu gelombang Tsunami hanyut bersama rumah mereka.
-Pada tahun 571 Masehi di Mekah, lahirlah seorang Nabi Besar bernama Muhammad S.A.W.
22. Erotesis/pertanyaan retoris adalah gaya bahasa berupa pengajuan pertanyaan untuk memperoleh efek mengulang tanpa menghendaki jawaban, karena jawabannya sudah tersirat di sana. Gaya bahasa ini acap digunakan oleh para orator.
Contoh:
Biaya pendidikan di Perguruan Tinggi sangat mahal. Bisakah rakyat kecil menyekolahkan anaknya sampai ke sana? Siapa yang bisa berkuliah kalau bukan kaum berada?
23. Silepsis dan Zeugma adalah gaya bahasa berupa konstruksi rapatan yang diikuti dengan kata-kata yang tidak sejenis atau tidak relevan atau hanya tepat untuk salah satunya.
Contoh:
Saya menyukai musik dan ketulusan hati.
Bacalah buku yang bermutu dan nyanyian sentimental yang mengalun itu.
24. Koreksio/Epanotesis adalah gaya bahasa berupa pernyataan yang terkesan meyakinkan, namun disadari mengandung kesalahan. Atas kesalahan itu lalu dilakukan pembetulan.
Contoh:
Sudah setengah abad kita merdeka, eh bukan, 60 tahun malah, nah selama itu, kemajuan apasajakah yang sudah kita capai?
Dalam dunia sastra, kita mengenal Pelopor Angkatan ’45 yaitu Rendra, ah bukan, bukan Rendra, yang benar adalah Chairil Anwar.
25. Hiperbola adalah gaya bahasa berupa pernyataan yang sengaja dibesar-besarkan dan dibuat berlebihan.
Contoh:
-Saya ucapkan beribu-rbu terima kasih atas perkenan Bapak dan Ibu menghadiri undangan panitia.
– Bertemu kamu sayang, wahai sahabatku yang elok dan indah, syahdu, hati berbunga-bunga sejuta rasanya terbang melayang di angkasa bahagia.
26. Paradoks adalah gaya bahasa berupa pernyataan yang mengandung kontras/pertentangan, namun ternyata mengandung kebenaran.
Contoh:
-Betapa banyak orang yang dalam kesendiriannya merasa kesepian di kota sehiruk-pikuk Jakarta.
-Sebagai dosen, terus terang, saya juga banyak belajar dari mahasiswa-mahasiswi saya.
27. Oksimoran adalah gaya bahasa semacam paradoks yang lebih singkat dan padat, mengandung kata-kata yang berlawanan arti alam frase yang sama.
Contoh:
-Sang pemberang sangat khusuk menyembah Dewa Kemarahan
-Dia milyander miskin karena sangat pelitnya
-Penyair Emha pernah dijuluki Kyai Mbeling.
28. Persamaan/simile adalah bahasa kiasan berupa pernyataan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata pembanding.
Contoh:
-Nyalakanlah semangat bagai dian nan tak kunjung padam
-Bersabarlah seperti samudra yang mampu menampug keluh kesah segala muara.
29. Metafora adalah bahasa kiasan sejenis perbandingan namun todak menggunakan kata pembanding. Di sini perbandingan dilakukan secara langsung tanpa kata sejenis bagaikan, ibarat, laksana, dan semacamnya.
Contoh:
Kesabaran adalah bumi
Kesadaran adalah matahari
Keberanian menjelma kata-kata
Dan perjuangan adalah pelaksana kata-kata(sebuah bait dalam puisi Rendra)
30. Alegori adalah kata kiasan berbentuk lukisan/cerita kiasan, merupakan metafora yang dikembangkan.
Contoh:
Sanjak “Menuju Ke Laut” karya Sutan Takdir Alisyahbana. Biasanya bersifat simbolis
31. Parabel (Parabola) adalah gaya bahasa berupa cerita-cerita fiktif dengan tokoh manusia dengan tema moral yang kental.
Contoh:
Hikayat Kalilah dan Daminah
32. Fabel adalah metafora berbentuk cerita dengan tokoh-tokoh binatang yang esensinya menggambarkan perilaku dan karakter manusia.
Contoh:
Dongeng Kancil dengan Buaya, Kancil dengan Harimau dan lain-lain.
33. Personifikasi/Penginsanan adalah gaya bahasa yang mempersamakan benda-benda dengan manusia, punya sifat, kemampuan, pemikiran, perasaan, seperti yang dimiliki dan dialami oleh manusia.
Contoh:
Angin bercakap-cakap sama daun-daun, bunga-bunga, kabut dan titik embun.
-Indonesia menangis, duka nestapa Aceh memeluk erat sanubari bangsaku.
34. Alusio adalah gaya bahasa yang menampilkan adanya persamaan dari sesuatu yang dilukiskan yang sebagai referen sudah dikenal pembaca.
Contoh:
Bandung dikenal sebagai Paris Jawa.
Bung Karno – Bung Karno kecil menunjukkan kebolehannya dalam lomba pidato membawakan fragmen “Di Bawah bendera Revolusi”.
35. Eponim adalah gaya bahasa berupa penyebutan nama-nama tertentu untuk menyatakan suatu sifat atau keberadaan.
Contoh:
-Perkenalkan, inilah Zidanenya kesebelasan kita.
\Silakan Aa Gym Ketua Rois kita menyampaikan kultum!
36. Epitet adalah gaya bahasa berupa frasa reskriptif untuk menggantikan nama seseorang, binatang, atau suatu benda.
Contoh:
Raja siang bertahta di angkasa raya (=Matahari)
Sang raja sehari mendapatkan ucapan selamat dari segenap rekan kerjanya. (=pengantin)
-Penyair si Burung Merak masih kreatif tampil membaca puisi-puisinya pada usia menjelang 70 tahun. (=Rendra)
– Di kta ukir pembuatan mebel menjadi home industri penduduk kota itu. (=Jepara)
37. Sinekdoke adalah bahasa kiasan dengan cara menyebutkan sesuatu bisa sebagian untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto), bisa pula sebaliknya keseluruhan digunakan untuk menyebut yang sebagian (totum pro parte)
Contoh totum pro parte:
Dalam copa Amerika 2004, Brazil mengalahkan Argentina.
Karya-karya menjadi cindera mata bagi dunia
Contoh pars pro toto:
Korban gelombang Tsunami 26 Desember 2004 mencapai 100 jiwa lebih.
Dalam Idul Adha tahun ini, Masjid Al-Amin berkurban 6 ekor sapi 10 ekor kambing.
38. Metonemia adalah bahasa kiasan dalam bentuk penggantian nama atas sesuatu.
Contoh:
Kita harus bersyukur tinggal di negeri Zamrud Khatulistiwa yang elok permai ini
Panda banyak terdapat di negeri Tirai Bambu.
39. Antonomasia adalah gaya bahasa berupa penyebutangelar resmi dan semacamnyauntuk menggantikan nama diri.
Contoh:
Megawati Soekarno Putrid an Meutia Hatta adalah puteri-puteri Sang Proklamator yang aktif di budang pemerintahan.
Dalam penciptaan lagu dan pentas-pentasnya, Raja Dangdut tidak pernah lupa menyisipkan pesan dakwah
40. Hipalase adalah gaya bahasa yang mengandung pemakaian karta yang menerangkan kata yang bukan sebaharsnya.
Contoh:
Di hari yang berbahagia ini jangan lupamensyukuri segenap nikmat karuna Allah.
Sudah lama mesjid Agung Baitur Rahman Banda Aceh menungu-nunggu untaian dzikir dari K.H. Muhammad Arifin Ilham.
41. Ironi/sindiran adalah gaya bahasa berupa penyampaian kata-kata denga berbeda dengan maksud dengan sesungguhnya, tapi pembaca/pendengar, di harapkan memahami maksud penyampaian itu.
contoh:
Kuakui, kutu buku yang satu ini memang berpengetahuan luas sekali.
42. Sinisme hakikatnya sama dengan ironi namun biasanya lebih keras.
Contoh:
Tanpa belajar pun, kalau anak jenius seperti kamu tentu bisa mengerjakan soal-soal ujian dengan hasil memuaskan.
43. Sarkasme merupakan gaya bahasa berupa pengucapan-pengucapan yang kasar, caci maki sebagai ekspresi, amarah yang membuat yang terkena sakit hati.
Contoh:
Dasar otaku dang! Mana mungkinbisa kau kerjakan soal itu!
44. Satire adalah gaya bahasa sejenis ironi yang mengandung kritik atas kelemahan manusia agar terjadi kebaikan . tidak jarang satire muncul dalam bentuk puisi yang mengandung kegetiran tapi ada kesadaran untuk berbenah diri.
Contoh:
Aku lalai di pagi hari
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu miskin harta
(Bait II puisi “Menyesal” karya M. Ali Hasymi)
45. inuedo adalah gaya bahasa berupa sindiran dengan cara mengecilkan kenyataan yang sesungguhnya, mengandung kritik tidak langsung.
Contoh:
Hanya dengan sedikit melakuan KKN, banyak pejabat menjadi milyander.
Mobil yang dikemudikannya masuk jurang karena sebelum berangkat sopir itu menegak segelas miras sampai sedikit mabuk.
46. Antifrasis adalah gaya bahasa sejenis iron dengan menggunakan kata yang maknanya berlawanan dengan realita yang ada.
Contoh:
Dia dikenal jenius dikelas ini (padahal bodoh)
Alangkah abar dan penyayangnya majikan itu terhadap pembantu-pembantunya yang selalu berganti-ganti karena tidak tahan. (pemarah dan pelit)
47. Paronomasia adalah gaya bahasa dengan menggunakan permainan kata-kata yang artinya sangat berlainan.
Contoh:
Ada gempa dahsyat, suasana genting. Genting-genting rumah pun berjatuhan pecah berderai.
Anggota dewan yang pulang balik studi banding ke luar negeri itu kini kaya mendadak. Kaya keralah mereka!

Macam-macam Majas dan Contohnya

Majas Perbandingan
Pengertian majas pertentangan adalah kata kiasan yang menyatakan perbandingan dalam menciptakan kesan dan pengaruh kepada pembaca dan pendengar.

Perumpamaan atau Asosiasi : perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang berbeda, namun dianggap sama yang menggunakan kata seperti, umpama, ibarat, sebagainya, bagai. Contohnya: Semangat belajarnya ibarat baja, Mukanya pucat bagai mayat, wajahnya terlihat bagai bulan purnama, kamu sangat cantik bagai awan dilangit, pendiriannya selalu berubah-ubah bagai air didaun alas.

Metafora : metafora adalah majas berisi ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis. Metafora merupakan pemakaian kata buka dengan arti sebenarnya yang digunakan dalam persamaan dan perbandingan. Contohnya : Jonathan adalah bintang kelas dunia, sampah masyarkat akhirnya ditangkap oleh polisi,  satu persatu tikus-tikus berhasil ditangkap KPK, Perpustakaan adalah gudang nya ilmu, Raja siang keluar dari ufuk timur, jantung hatinya hilang tiada berita.

Personifikasi : personifikasi adalah membandingkan benda-benda yang tak bernyawa seakan-akan bernyawa atau hidup dengan sifat seperti manusia. Contohnya : Ombak berkejar-kejaran ditepi pantai, hujan itu menari-nari diatas genting, bulan tersenyum kepada bintang, badai mengamuk dan merobohkan rumah penduduk, angin membelai rambutnya yang tergerai.

Alegori : alegori adalah penggunaan bahasa yang menyatakan dengan cara lain dengan kiasan dan penggambaran. Pada umumnya alegori berbentuk cerita dengan simbol-simbol bermuatan moral. Contohnya : iman adalah kemudi dalam mengarungi zaman, suami sebagai nahkoda dan istri sebagai juru mudi, Contoh alegori berbentuk cerita :Pernikahan bagai bahtera yang harus dijalani dengan hati-hati. Suami sebagai nahkoda dan istri sebagai juru mudi yang melayarkan bahterai mengarungi lautan penuh badai dan gelombang.


Simbolik : simbolik adalah majas yang menggunakan kiasan atau melukiskan dengan menggunakan simbolik atau lambang dalam menyatakan maksudnya. Contohnya : Dia terkenal sebagai buaya darat, Rumah itu hangus dilalap oleh sijago merah, Teratai adalah lambang pengabdian, Bunglon adalah lambang orang tak berpendirian, Melati adalah lambang kesucian.

Majas Pertentangan
Pengertian majas pertentangan adalah kata-kata kias yang menyatakan pertentangan yang dimaksud oleh penulis atau pembicara dalam memberikan pengaruh atau kesan kepada pembaca dan pendengar.

Hiperbola: hiperbola adalah majas yang memberikan kesan yang berlebihan dari kenyataannya agar lebih berkesan atau meminta perhatian. Contohnya: ia terkejut setengah mati begitu melihat mayat perempuan tersebut, tubuhnya tinggal kulit pembalut tulang, keringatnya menganak sungai, kita berjuang sampai titik darah penghabisan, suaranya menggelegar ke angkasa.

Paradoks: paradoks adalah majas yang mengandung pertentangan antara pernyataan dengan fakta yang telah ada. Contohnya: Hatiku merintih ditengah hingar bingar pesta yang sedang berlangsung, dia besar tapi nyalinya kecil, aku merasa sendirian ditengah kota jakarta yang ramai ini, hidupnya sangat mewah tetapi mereka tidak bahagia mungkin karna ia tidak mempunyai anak, Tinggal di kota yang besar dan megah tetapi hidupnya kesepian.

Antitesis: antitesis adalah majas yang menggunakan pasangan kata yang artinya berlawanan. Contohnya: Tua muda, besar kecil ikut meramaikan pesta kembang api, Miskin kaya, cantik buruk sama saja di mata tuhan, hidup matinya manusia ada di tangan tuhan.

Litotes: litoses adalah majas yang menyatakan dengan berlawanan dari kenyataannya yang bertujuan untuk merendahkan diri. Contohnya: Terimalah kado tidak berharga ini sebagai tanda terima kasihku, perjuangan kami hanya setitik air dalam samudra luas, Karangan ini belum sempurna sertakan kritik dan sarannya, Sebenarnya ini sangat dulit tapi dapat diselesaikan.

Majas Pertautan
Pengertian majas pertautan adalah kata-kata kias yang bertautan dengan gagasan, ingatan.

Sinekdode: sinekdode adalah penggunaan kata yang sama dengan faktanya yang bertujuan memperjelas. Contohnya: lewat gardu belanda dengan berani, thailand memboyong piala kemerdekaan setelah menggulung PSSI harimau, indonesia akan memilih idolanya pada malam nanti, setiap kepala dikenakan pajak.

Metonimia: metonimia adalah pengungkapan berupa penggunaan nama benda yang lain seperti merek, atribut, atau ciri khas. Contohnya: Sering menghisap jarum, dia terserang penyakit paru-paru(rokok djarum) , Setiap pagi ayah selalu menghirup kapal api (kopi kapal api), Orang tersebut sangat berclass dalam menghirupnya (rokok class mild), Dia selalu menaiki kuda hitam (Mobil Ferrari), atlet andalan kita mendapat perak, si kaos merah berusaha untuk mencetak gol.

Alusio: Alusio adalah majas yang menggunakan kata-kata berkaitan dengan peristiwa umum yang terjadi atau penggunaan kata yang umum dalam menunjukkan maksud. Contohnya: sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya, kamu jangan kura-kura dalam perahu, ceritakan semua hal tersebut dengan jujur.

Eufimisme: eufimisme adalah majas yang menggunakan kata-kata sopan dan halus. Contohnya: Dimana saja bisa menemukan kamar kecilnya, anak ibu lamban menerima pelajaran, anak ibu tidak bodoh tapi hanya malas belajar.

Majas Perulangan/Penegasan
Pengertian majas perulangan/penegasan adalah kata-kata kias yang menyatakan penegasan untuk meningkatkan kesan dan pengaruh kepada pendengar dan pembaca.

Aliterasi: aliterasi adalah kata-kata yang memanfaatkan kata yang permulaannya sama dengan bunyinya. Contohnya: Dara damba daku, datang dari danau.

Pleonasme: pleonasme adalah majas yang menggunakan kata-kata dengan berlebihan untuk menegaskan arti suatu kata. Contohnya: Saya naik ke tangga ke atas, ayo kita berjalan ke depan untuk melihat sendiri, aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, Dara yang merah itu membasahi bajunya, Dia menangis dengan meluarkan air dimatanya.

Anataklasis: anataklasis adalah majas yang mengandung pengulangan kata yang sama, dengan makna yang berbeda. Contohnya: Ayah selalu membawa buah ditangan untukbuah hatinya, Karena buah penanya sudah jadi buah bibir masyarakat.

Repetisi: repetisi adalah majas perulangan kata atau kelompok kata yang  sama dalam menarik perhatian atau menegaskan. Contohnya: tidak setiap penderitaan menjadi luka dan tidak setiap sepi jadi duri, dialah yang kutunggu, dialah yang kunanti, dialah yang kuharapkan.

Paralelisme: paralelisme adalah majas perulangan yang pada umumnya terdapat dalam puisi yang disusun atas baris yang berbeda. Contohnya:

Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lapus

Cinta itu adalah pengertian
Cinta itu adalah kesetiaan
Cinta itu adalah rela berkorban

Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.

Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Senin, 25 Januari 2016

Pengertian Puisi, Struktur Puisi dan Jenis-Jenis Puisi

Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. Puisi adalah karya sastra tertulis yang paling awal ditulis oleh manusia. (Herman Waluyo). Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). (Sumardi).

Pengertian lain dari puisi adalah ekspresi bahasa yang kaya dan penuh daya pikat (James Reevas). Puisi merupakan ungkapan pikiran yang bersifat musikal (Thomas Carlye). Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan (Pradopo). Puisi merupakan bentuk  pengucapan gagasan yang bersifat emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan (Herbert Spencer)

Jenis Puisi
1.    Puisi lama
2.    Puisi baru


A.  Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan seperti Jumlah kata dalam 1 baris, Jumlah baris dalam 1 bait, Persajakan (rima), Banyak suku kata tiap baris dan Irama

1.    Jenis puisi lama
Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib
Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Seloka adalah pantun berkait.
Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.

B.  Puisi Baru
Puisi baru adalah puisi yang tidak terikat oleh aturan. bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima

2.    Jenis Puisi Baru
Balada adalah puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya
Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup
Romansa adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih
Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan
Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik
Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Terzina, puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Kuatrain, puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan seuntai).
Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris

Struktur Puisi
A.  Struktur fisik puisi
Diksi yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya
Imaji yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan.
Kata konkret yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji.
Gaya bahasa yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu.
Rima/Irama adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi.
Tipografi yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.

B.  Sruktur Batin Puisi
Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya.
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca
Amanat/tujuan/maksud (itention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca.

Definisi, Fungsi dan ciri-ciri Bahasa Baku

Bahasa baku adalah ragam bahasa yang cara pengucapan dan penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah standar. Kaidah standar dapat berupa pedoman ejaan (EYD), tata bahasa baku, dan kamus umum. Sebaliknya, bahasa tidak baku adalah ragam bahasa yang cara pengucapan atau penulisannya tidak memenuhi kaidah-kaidah sandar tersebut.

Penggunaan ragam bahasa baku dan tidak baku berkaitan dengan situasi dan kondisi pemakaiannya. Raga bahasa baku biasanya digunakan dalam situasi resmi, seperti acara seminar, pidato, temu karya ilmiah, dan lain-lain. Adapun ragam bahasa tidak baku umumnya digunakan dalam komunikasi sehari-hari  yang tidak bersifat resmi.

A.      Fungsi Bahasa Baku

Secara umum, fungsi bahasa baku adalah sebagai berikut.

Pemersatu, pemakaian bahasa baku dapat mempersatukan sekelompok orang menjadi satu kesatuan masyarakat bahasa.
Pemberi kekhasan, pemakaian bahasa baku dapat menjadi pembeda dengan masyarakat pemakai bahasa lainnya.
Pembawa kewibawaan, pemakai bahasa baku dapat memperlihatkan kewibawaan pemakainya.
Kerangka acuan, bahasa baku menjadi tolok ukur bagi benar tidaknya pemakaian bahasa seseorang atau sekelompok orang.


B.      Ciri-ciri bahasa baku

1. Tidak dipengaruhi bahasa daerah

Contoh :

Baku   -   Tidak baku

Saya  -  gue
Merasa  - ngerasa
Ayah  -  bokap
Dimantapkan  - dimantapin

2. Tidak dipengaruhi bahasa asing

Contoh :
Banyak guru  -  banyak guru-guru
Itu benar  -  itu adalah benar
Kesempatan lain  -  lain kesempatan

3. Bukan merupakan ragam bahasa percakapan

Contoh :

Baku   -   Tidak baku
Bagaimana -  gimana

Begitu – gitu
Tidak  -  nggak/gak
Menelpon  -  nelpon

 4. Pemakaian imbuhan secara eksplisit

Contoh :

Baku   -   Tidak baku
Ia mendengarkan radio   -   ia denganrkan radio
Anak itu menangis  - anak itu nangis
Kami bermain bola di lapangan  -  Kami main bola di lapangan

5. Pemakaian yang sesuai dengan konteks kalimat

Contoh :

Baku   -   Tidak baku

Sehubungan dengan   - sehubungan
Terdiri atas/dari  - terdiri
Seorang pasien  -  seseorang pasien
Dan lain sebagainya  - dan sebagainya
Siapa namamu ?  -  siapa namanya?

6. Tidak mengndung makna ganda, tidak rancu

Contoh :

Baku   -   Tidak baku
Menghemat waktu  - mempersingkat waktu
Mengatasi berbagai ketinggalan  - mengejar ketinggalan

7. Tidak mengandung arti pleonasme

Contoh :

Baku   -   Tidak baku
Para juri  -  para juri-juri
Mundur  -  mundur ke belakang
Pada zaman dahulu  -  pada zaman dahulu kala
Hadirin  - para hadirin


8. Tidak mengandung hiperkorek

Contoh :

Baku   -   Tidak baku
Khusus  - husus
Sabtu – saptu
Syah  -  sah
Masyarakat  - masarakat
Akhir  - ahir

EJAAN BAHASA INDONESIA

Ejaan.

Pengertian Ejaan.
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran, bagaimana menempatkan tanda-tanda baca, bagaimana memotong-motong suatu kata, dan bagaimana menggabungkan kata-kata.

Macam-macam Ejaan.

Ejaan Van Ophuysen.
Ejaan Van Ophuysen disebut juga Ejaan Balai Pustaka. Masyarakat pengguna bahasa menerapkannya sejak tahun 1901 sampai 1947. Ejaan ini merupakan karya Ch.A Van Ophyuse, dimuat dalam kitab Logat Melayoe (1901).

Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda. Ciri khusus ejaan Van Ophyusen antara lain :
1. Huruf (u) ditulis (oe).
2. Komahamzah (K) ditulis dengan tanda (‘) pada akhir kata misalnya bapa’, ta’.
3. Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf (a) mendapat akhiran (i), maka di atas akhiran itu diberi tanda trema(“).
4. Huruf (c) yang pelafalannya keras diberi tanda (‘) diatasnya.
5. Kata ulang diberi angka 2, misalnya : janda2 (janda-janda).
6. Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :
- Dirangkai menjadi satu, misalnya (hoeloebalang, apabila)
- Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya, (rumah- sakit)
- Dipisahkan, misalnya (anaknegeri).

Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö , menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan dipotong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.

Kebanyakan catatan tertulis Bahasa Melayu pada masa itu menggunkan huruf Arab yang dikenal sebagai tulisan Jawi.

Ejaan Republik/Ejaan Soewandi.
Ejaan Republik dimuat dalam surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mr. Soewandi No.264/bhg. A tanggal 19 maret 1947. Sebab ejaan ini disebut sebagai Ejaan Suwandi. Sistem Ejaan Suwandi merupakan sistem ejaan latin untuk Bahasa Indonesia.

Ciri khusus Ejaan Republik/Suwandi :
1. Huruf (oe) dalam ejaan Van Ophyusen berubah menjadi (u).
2. Tanda trema pada huruf (a) dan (i) dihilangkan.
3. Koma ‘ ain dan koma hamzah dihilangkan. Koma hamzah ditulis dengan (k) misalnya kata’menjadi katak.
4. Huruf (e) keras dan (e) lemah ditulis tidak menggunakan tanda khusus, misalnya ejaan, seekor, dsb.
5. Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara.
Contohnya :
- Berlari-larian.
- Berlari2-an.
6. Penulisan kata majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara.
Contohnya :
- Tata laksana.
- Tata-laksana.
- Tatalaksana.
7. Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan (e) lemah (pepet) dalam Bahasa Indonesia ditulis tidak menggunakan (e) lemah, misalnya: (putra} bukan (putera), (praktek) bukan (peraktek).

Ejaan Malindo.
Ejaan Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan ejaan melayu dan Indonesia. Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan, Sumatera Utara. Ejaan Malindo ini belum sempat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari karena saat itu terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia.

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Ejaan Yang Disempurnakan (disingkat EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.

Sejarah Ejaan Yang Disempurnakan.
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September 1967.

Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.

Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".

Revisi 1987.
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.

Revisi 2009.
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Perbedaan dengan ejaan sebelumnya.
Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:
• "tj" menjadi "c" : tjutji → cuci
• "dj" menjadi "j": djarak → jarak
• "j" menjadi "y" : sajang → sayang
• "nj" menjadi "ny" : njamuk → nyamuk
• "sj" menjadi "sy" : sjarat → syarat
• "ch" menjadi "kh": achir → akhir

Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
• Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.
• Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
• Awalan "di-" dan kata depan "di" dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-" pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
• Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan.

Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:
1. Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
2. Penulisan kata.
3. Penulisan tanda baca.
4. Penulisan singkatan dan akronim.
5. Penulisan angka dan lambang bilangan.
6. Penulisan unsur serapan.

Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.

Pemakaian huruf.
A. Huruf abjad. Ada 26 yang masing-masing memiliki jenis huruf besar dan kecil.

B. Huruf vokal. Ada 5: a, e, i, o, dan u. Tanda aksen é dapat digunakan pada huruf e jika ejaan kata menimbulkan keraguan.

C. Huruf konsonan. Ada 21: b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
1. Huruf c, q, v, w, x, dan y tidak punya contoh di akhir kata.
2. Huruf x tidak punya contoh di tengah kata.
3. Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.

D. Huruf diftong. Ada 3: ai, au, dan oi.

E. Gabungan huruf konsonan. Ada 4: kh, ng, ny, dan sy.

F. Huruf kapital
1. Huruf pertama kata pada awal kalimat.
2. Huruf pertama petikan langsung.
3. Huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
4. Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang
(tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang).
5. Huruf pertama unsur nama jabatan yang diikuti nama orang, instansi, atau tempat yang digunakan sebagai pengganti nama orang
(tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang, instansi, atau tempat)
huruf pertama nama jabatan atau instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya.
6. Huruf pertama unsur-unsur nama orang
(tidak dipakai pada de, van, der, von, da, bin, atau binti)
huruf pertama singkatan nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran
(tidak dipakai untuk nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran).
7. Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
(tidak dipakai untuk nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan).
8. Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan unsur-unsur nama peristiwa sejarah
(tidak dipakai untuk peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama).
9. Huruf pertama unsur-unsur nama diri geografi dan unsur-unsur nama geografi yang diikuti nama diri geografi
(tidak dipakai untuk unsur geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi dan nama diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis)
nama diri atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya.
10. Huruf pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi, kecuali kata tugas, seperti dan, oleh,atau, dan untuk
(tidak dipakai untuk kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi).
11. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan.
12. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
13. Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan nama diri.
14. Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang digunakan dalam penyapaan atau pengacuan
(tidak dipakai jika tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan).
15. Huruf pertama kata Anda yang digunakan dalam penyapaan.
16. Huruf pertama pada kata, seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang berkaitan dengan pernyataan lengkap itu.

G. Huruf miring
1. Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
2. Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
3. Menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia (Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring digarisbawahi)
Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia.

H. Huruf tebal
1. Menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran.
2. Tidak dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf miring.
3. Menuliskan lema dan sublema serta untuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan polisemi dalam cetakan kamus.

Penulisan kata.
A. Kata dasar. Ditulis sebagai satu kesatuan.

B. Kata turunan
1. Ditulis serangkai dengan kata dasarnya: dikelola, permainan.
2. Imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya, tapi unsur gabungan kata ditulis terpisah jika hanya mendapat awalan atau akhiran: bertanggung jawab, garis bawahi.
3. Imbuhan dan unsur gabungan kata ditulis serangkai jika mendapat awalan dan akhiran sekaligus: pertanggungjawaban.
4. Ditulis serangkai jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi: adipati, narapidana.
5. Diberi tanda hubung jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital: non-Indonesia.
6. Ditulis terpisah jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar: maha esa, maha pengasih.

C. Bentuk ulang. Ditulis lengkap dengan tanda hubung: anak-anak, sayur-mayur.

D. Gabungan kata
1. Ditulis terpisah antarunsurnya: duta besar, kambing hitam.
2. Dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan untuk mencegah kesalahan pengertian: alat pandang-dengar,anak-istri saya.
3. Ditulis serangkai untuk 47 pengecualian: acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa,belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala,manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, sastramarga, saputangan, saripati, sebagaimana,sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam.

E. Suku kata - Pemenggalan kata
1. Kata dasar
a. Di antara dua vokal berurutan di tengah kata (diftong tidak pernah diceraikan): ma-in.
b. Sebelum huruf konsonan yang diapit dua vokal di tengah kata: ba-pak.
c. Di antara dua konsonan yang berurutan di tengah kata: man-di.
d. Di antara konsonan pertama dan kedua pada tiga konsonan yang berurutan di tengah kata: ul-tra.

2. Kata berimbuhan: Sesudah awalan atau sebelum akhiran: me-rasa-kan.
3. Gabungan kata: Di antara unsur pembentuknya: bi-o-gra-fi.

F. Kata depan. di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali daripada, kepada, kesampingkan, keluar, kemari, terkemuka.

G. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya: betulkah, bacalah.
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya: apa pun, satu kali pun.
3. Partikel pun ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya untuk adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun,sekalipun, sungguhpun, walaupun.

H. Singkatan dan akronim
1. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik: A.S. Kramawijaya, M.B.A.
2. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik: DPR, SMA.
3. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik: dst., hlm.
4. Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf diikuti tanda titik pada setiap huruf: a.n., s.d.
5. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik: cm, Cu.
6. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital: ABRI, PASI.
7. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital: Akabri, Iwapi.
8. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil:pemilu, tilang.

I. Angka dan lambang bilangan. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor yang lazimnya ditulis dengan angka Arab atau angka Romawi.
1. Fungsi
a. menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
b. melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
c. menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.

2. Penulisan
a. Lambang bilangan utuh dan pecahan dengan huruf.
b. Lambang bilangan tingkat.
c. Lambang bilangan yang mendapat akhiran –an.
d. Ditulis dengan huruf jika dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
e. Ditulis dengan huruf jika terletak di awal kalimat. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
f. Dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca bagi bilangan utuh yang besar.
g. Tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
h. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.

J. Kata ganti
1. Ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya: kusapa, kauberi.
2. Ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya: bukuku, miliknya.

K. Kata sandang. si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya: sang Kancil, si pengirim.

Pemakaian tanda baca.
A. Tanda titik
1. Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan....
2. Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar (tidak dipakai jika merupakan yang terakhir dalam suatu deretan).
3. Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu.
4. Dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
5. Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya (tidak dipakai jika tidak menunjukkan jumlah).
6. Tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
7. Tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.

B. Tanda koma
1. Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
2. Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
3. Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya (tidak dipakai jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya).
4. Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
5. Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
6. Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat (tidak dipakai jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru).
7. Dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
8. Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
9. Dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
10. Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
11. Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
12. Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
13. Dapat dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk menghindari salah baca.

C. Tanda titik koma
1. Dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
2. Dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.

D. Tanda titik dua
1. Dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian (tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan).
2. Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
3. Dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
4. Dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.

E. Tanda hubung
1. Dipakai untuk menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris (Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris).
2. Dipakai untuk menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris (Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris).
3. Dipakai untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.
4. Dipakai untuk menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
5. Dapat dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
6. Dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
7. Dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.

F. Tanda pisah
1. Dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
2. Dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
3. Dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau 'sampai dengan'.
4. Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.

G. Tanda tanya
1. Dipakai pada akhir kalimat Tanya.
2. Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

H. Tanda seru
1. Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.

I. Tanda elipsis
1. Dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
2. Dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
3. Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.

J. Tanda petik
1. mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
2. mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
3. mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
6. Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.

K. Tanda petik tunggal
1. mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
2. mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.

L. Tanda kurung
1. mengapit keterangan atau penjelasan.
2. mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
3. mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
4. mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.

M. Tanda kurung siku
1. mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
2. mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.

N. Tanda garis miring
1. dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
2. dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.

O. Tanda penyingkat
1. menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.